Semakin maju dan kreatif masyarakat, perlindungan hak kekayaan intelektual semakin dibutuhkan. Perlindungan yang diberikan Pemerintah sangat menentukan maju tidaknya hak kekayaan intelektual (intellectual property rights). Kepastian atas perlindungan itu pula yang membuat investor tertarik. Sebab, banyak produk inovatif yang dibawa investor menghadapi tantangan penjiplakan, peniruan, atau pendaftaran lebih dahuku dengan iktikad buruk. Minimal pendomplengan merek terkenal.
Kreatif dan inovatif saja tidak cukup. Perlindungan atas hasil kreasi dan inovasi itu mutlak perlu. Kerahasiaan dagang baru terasa bermakna dan punya nilai tambah kalau rahasia itu benar-benar dilindungi secara hukum. Orang lain yang hendak menggunakan karya cipta kita, misalnya, wajib membayar royalti. Dalam konteks inilah, kita membutuhkan pendampingan oleh seorang Konsultan hak kekayaan intelektual (HKI).
Profesi konsultan HKI relatif lebih mudah dibanding notaris atau hakim peradilan umum. Konsultan HKI tak harus berlatar belakang sarjana hukum. Seorang insinyur pun bisa menjadi Konsultan HKI. Konsultan HKI adalah orang yang memiliki keahlian di bidang hak kekayaan intelektual dan secara khusus memberikan jasa di bidang pengajuan dan pengurusan permohonan HKI dan terdaftar sebagai konsultan.
Para konsultan tersebut kini berhimpun dalam wadah Asosiasi Konsultan HKI Indonesia. Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2005, yang menjadi payung hukum para konsultan, sebenarnya tak memerintahkan pembentukan wadah tunggal atau organisasi resmi tempat berkumpul para konsultan. Tetapi, dalam bukunya Membangun Profesi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual: Langkah Menuju Profesionalisme dan kemandirian Profesi (2006), Ari Juliano Gema mengatakan bersatunya para konsultan dalam suatu organisasi profesi membuat posisi tawar organisasi dana profesi menjadi kuat. Tentu saja, kekuatan posisi itu sangat ditentukan sumber daya konsultan HKI.
Syarat dan Tugas
Justisiari P Kusuma, Ketua Umum Asosiasi Konsultan HKI Indonesia, menegaskan untuk menjadi konsultan HKI relatif mudah, bisa dari beragam disiplin ilmu. Tetapi usai lulus dari kuliah, si calon konsultan harus terlebih dahulu mengikuti pendidikan HKI yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) HKI bersama lembaga pendidikan tertentu. “Ada pendidikannya, kurang lebih selama tiga bulan atau empat bulan,” katanya.
Untuk bisa diangkat jadi konsultan, seseorang harus mengajukan permohonan tertulis ke Ditjen HKI Kementerian Hukum dan HAM. Syarat yang harus dilampirkan selain foto, kartu identitas, dan daftar riwayat hidup, adalah hasil tes bahasa Inggris dan surat pernyataan bukan sebagai PNS. Tentu saja, ada biaya yang harus dikeluarkan. Sang calon, harus sudah lulus pelatihan konsultan HKI.
Secara garis besar, tutur Justisiari, konsultan HKI bertugas membantu pemilik HKI untuk mendapatkan perlindungan hukum atas HKI nya. Mulai dari si konsultan mengidentifikasi apakah suatu hasil karya investor tersebut bisa dilindungi sebagai HKI atau tidak. Jika bisa, masuk dalam kategori yang mana, apakah paten, hak cipta, merek atau desain industri.
Tugas berikutnya adalah membantu pemilik HKI untuk mendaftarkan di kantor Ditjen HKI. Setelah didaftarkan dan memperoleh perlindungan HKI, kemudian si konsultan membantu pemeriksa HKI untuk melakukan komersialisasi. “Seperti, mendrafting perjanjian lisensi, royalti, dan sebagainya, itu juga tugas konsultan HKI,” ujarnya.
Namun, ini semua tergantung dari si pemilik HKI nya sendiri. Menurutnya, ada pemilik HKI yang meminta bantuan dari konsultan HKI hanya separuh dari rangkaian tugas konsultan. Tapi, ada juga pemilik HKI yang memanfaatkan jasa konsultan hingga akhir dari rangkaian tugasnya, yaitu ketika terjadinya pelanggaran HKI oleh seseorang, si konsultan tersebut memberi masukan bagaimana upaya hukum yang paling efektif terhadap perlindungan HKI tersebut. “Kalau kebetulan konsultan HKI itu juga seorang advokat, biasanya nanti dia juga bisa membantu. Misalnya lapor polisi, gugat ke pengadilan, seperti itu,” katanya.
Alumnus Fakultas Hukum Universitas Indonesia itu menjelaskan banyak pengalaman yang didapat seseorang apabila menjadi konsultan HKI. Misalnya, ketika ada penemuan baru, dan konsultan tersebut bertugas memberikan perlindungannya, untuk didaftarkan, si konsultan dapat belajar banyak dari penemuan tersebut. Karena pada saat didaftarkan dan diisi formulirnya, dari situ konsultan dapat mengetahui penemuan baru tersebut. “Misalnya, ada investor datang menemukan teknik untuk membuat motor yang irit bensinnya, kita jadi belajar”.
Tapi, ada pula masyarakat yang memandang sebelah mata terhadap profesi konsultan HKI, yakni hanya dipandang menjadi tukang daftar saja. Padahal, jika dilihat dari awal mulai identifikasi hingga pendaftaran perlindungan HKI dan akhirnya mengawal produk apabila ada pelanggaran, konsultan HKI terlibat semuanya.
Di luar itu, maju atau tidaknya perlindungan HKI lebih tergantung pada terjamin atau tidaknya perlindungan hukum di Indonesia. Atas dasar itu pula yang membuat investor tertarik untuk datang. Karena jika sudah terjamin perlindungan hukum HKI tersebut, dan disertai konsultan Hki yang handal, sehingga para investor akan tenang berinvestasi di Indonesia. “Ke depan itu, pembangunan itu tidak semata-mata berasal dari modal yang bersifat fisik, tetapi modal intelektual juga,” tegasnya.
Berpusat di Kota Besar
Semenjak didirikan tahun 2006, lanjut Justisiari, keanggotaan Asosiasi Konsultan HKI (AKHKI) hingga kini hanya berjumlah sekitar 506 orang. Jika dibandingkan dengan luas geografis Indonesia, jumlah ini masih jauh dari kata cukup. Terlebih jika dibandingkan dengan potensi HKI dan kreatifitas yang muncul dari masyarakat Indonesia. Meskipun begitu, Justisiari optimis bahwa profesi yang digelutinya dapat menjadi besar.
Menurutnya, ada cara ampuh agar dapat menumbuh kembangkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya HKI. Yakni dengan cara membuat grand strategi dengan menumbuhkan kesadaran tersebut sejak dini. Seperti di negara Jepang, ada suatu program bagi anak-anak Sekolah Dasar (SD) yang dinamakan invention week. Jadi, di hari minggu itu, anak SD tersebut memamerkan penemuan-penemuannya dan dinilai oleh guru mereka.
Dengan cara inilah, proses tumbuh kembang dan menstimulur untuk mencipta dan dihargai oleh orang lain akan timbul. Maka itu, pemerintah harus bisa memasukkan program seperti ini ke dalam kurikulum pembelajaran sejak dini dan dibuat secara sistematis, bukan secara parsial. “Kalau bisa dibuat seperti itu, saya yakin, ya bisa banyak yang semakin sadar,” katanya.
Kasubdit Pelayanan Hukum direktorat Merek Ditjen HKI Kementerian Hukum dan HAM Didik Taryadi menilai keberadaan konsultan HKI masih bertumpu pada kota-kota besar. Karena di wilayah itu, terdapat beragam pemilik HKI yang membutuhkan jasa konsultan. “Iya masih minim (jumlah konsultan HKI), kecuali dia konsultan HKI yang mau buka praktek di sana (wilayah terpencil, red). Tapi kan mereka juga melihat kliennya. Terutama kalau konsultan HKI di jakarta kan kliennya banyak yang orang asing atau luar,” katanya.
Didik melihat urgensi profesi konsultan HKI. Apalagi, di dunia internasional, HKI merupakan salah satu bidang yang menjadi isu hangat. Para investor atau pun pemilik merek, akan sangat terbantu apabila menyerahkan mekanisme pendaftaran hingga dilakukannya komersialisasi. Karena dengan begitu, proses yang terjadi pada akhirnya akan lebih mudah.
“Kadang-kadang applicant kalau ada notifikasi mereka tidak tahu harus bagaimana. Padahal itu ada batasan-batasan waktu yang harus terpenuhi. Kadang-kadang mereka selalu lewat atau apa, tapi kalau konsultan dia lebih tahu kapan harus jawab, kapan begitu,” tuturnya kepada hukumonline.
Kerjasama yang Baik
Didik menjelaskan, agar terdapat hubungan yang baik antara Ditjen HKI dengan para konsultan, pihak Kemenkumhan selalu mengadakan pertemuan rutin di antara keduanya. Dalam pertemuan, lanjutnya, yang dibicarakan mengenai permasalahan yang dihadapi oleh konsultan HKI itu sendiri. Karena bagaimanapun juga, pelayanan Ditjen HKI terhadap para konsultan menjadi prioritas tanggung jawab pihaknya.
Bukan hanya itu, pihak Ditjen HKI juga menampung seluruh masukan dari para konsultan. Terlebih mengenai persoalan isu-isu nasional dan internasional yang sedang berkembang mengenai HKI. “Itu (hubungan Ditjen HKI dengan konsultan) kan di bawah pembinaan, di bawah bidang HKI. Kita selalu ada pertemuan rutin dengan konsultan HKI, terutama dengan pengurus-pengurus asosiasinya,” tukasnya.
Terpisah, Direktur Kerjasama dan Pengembangan HKI, Mohammad Adri mengatakan, hingga kini manfaat keberadaan konsultan HKI sudah banyak dirasakan oleh masyarakat. Apalagi, lanjut Adri, pemerintah selalu mendukung kegiatan-kegiatan yang diadakan AKHKI di seluruh Indonesia. “Misalnya saja, ketika AKHKI menyelenggarakan seminar sosialisasi, Dirjen HKI menjadi pembicaranya,” ujarnya.
Menurutnya, keberadaan konsultan sangat membantu Ditjen HKI dalam mensosialisasikan HKI di Indonesia. Karena dalam Undang-Undang juga disebutkan bahwa, ketika orang asing ingin mendaftarkan HKI, mereka harus melalui konsultan HKI. Dengan kata lain, konsultan HKI menjadi jembatan antara Dirjen HKI dengan pendaftar.
Lebih jauh, keberadaan konsultan HKI juga tidak hanya membantu dalam pendaftaran. Secara moral, konsultan HKI memilliki tugas mensosialisasikan kepada masyarakat mengenai HKI itu sendiri. “Sehingga, bisa ikut men-driving ekonomi melalui kesadaran masyarakat akan HKI,” pungkasnya.