Webminar “Meningkatkan Kesadaran Pencegahan Kekerasan Seksual di Kampus” merupakan acara yang diselenggarakan oleh Law Career Development Center Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (LCDC FH UGM) yang berkolaborasi Pusat Kajian Law, Gender, and Society Fakultas Hukum UGM (LGS FH UGM), dan DEMA Justicia. Webminar ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 27 Februari 2021 dengan mengambil tema “Meningkatkan Kesadaran Pencegahan Kekerasan Seksual di Kampus”. Acara ini bertujuan untuk raising awareness mengenai kekerasan seksual dan memperkenalkan Peraturan Rektor No. 1 Tahun 2020 beserta mekanisme pelaporan dan penanganan aduan kekerasan seksual di kampus. Inisiatif ini dilatarbelakangi oleh keadaan di mana LCDC sudah menerima beberapa mahasiswa yang mengadukan kasus kekerasan seksual yang dialami melalui pelayanan konsultasi LCDC. Acara ini mengundang 5 (lima) orang pembicara, yakni Nur Hasyim, M.A. (Dosen UIN Walisongo), Dr. Iva Ariani (Dosen Fakultas Filsafat UGM / Ketua Unit Layanan Terpadu UGM), Elga Andriana, S.Psi., M.Ed, Ph.D. (Dosen Fakultas Psikologi UGM / Perwakilan Unit Konsultasi Psikologi UGM), Sri Wiyanto Eddyono, S.H., LL.M. (HR), Ph.D (Dosen Fakultas Hukum UGM / Ketua LGS FH UGM), dan Muhammad Rayhan (Perwakilan DEMA Justicia Fakultas Hukum UGM).
PEMAPARAN
Muhammad Rayhan
(Perwakilan DEMA Justicia Fakultas Hukum UGM)
Sebagai salah satu perwakilan dari representasi mahasiswa/i di Fakultas Hukum UGM, beliau menjelaskan mengenai kasus kekerasan seksual, urgensi RUU PKS, dan kekeran seksual di kampus khususnya di UGM. Berikut adalah notulensi secara lengkap dan terperinci mengenai materi beliau:
Pembagian bentuk kekerasan seksual 🡪 terdapat 15 (lima belas) bentuk (perkosaan, pemaksaan kehamilan, intimidasi seksual termasuk ancaman atau percobaan perkosaan, pemaksaan aborsi, pelecehan seksual, pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi, eksploitasi seksual, penyiksaan seksual, perdagangan perempuan untuk tujuan seksual) di mana Komnas HAM menekankan bahwa bentuk kekerasan seksual masih terus dapat berkembang
Urgensi RUU PKS:
- Secara keseluruhan, sistem hukum yang berlaku sekarang belum memberikan jaminan penghapusan kekerasan seksual yang komprehensif karena belum mencakup aspek pencegahan, perlindungan, pemulihan, dan pemberdayaan korban
- Peraturan yang ada tidak berfokus pada penderitaan yang dialami korban
Sepak terjang RUU PKS:
- Pada tahun 2012, Komnas Perempuan merencanakan perumusan sebuah RUU yang diharapkan dapat menjadi payung hukum dalam penanganan kasus kekerasan seksual
- Draft RUU PKS mulai disusun pada tahun 2014 oleh Komnas Perempuan, LBH, APIK Jakarta, dan Forum Pengadaan Layanan
- Pada tanggal 23 Agustus 2016, secara resmi Komnas Perempuan dan FPL menyerahkan Draft Naskah Akademik dan RUU tersebut kepada Ketua Komite III DPD RI
- Usulan ini kemudian ditindaklanjuti dengan dikirimkannya Draft tersebut dengan beberapa perubahan kepada Pemerintah melalui surat bernomor LG/06211/DPR RI/IV/2017 pada tanggal 6 April 2017
- RUU PKS dimasukkan ke dalam Prolegnas 2014 – 2019 🡪 tugas prioritas DPR RI untuk disahkan dalam kurun waktu tersebut
- Namun, sampai akhir tahun 2019, pembahasan RUU PKS ini masih tidak menunjukkan hasil yang signifikan, bahkan diundur
- Setelah gagal disahkan pada tahun 2014 – 2019, RUU PKS kembali masuk dalam Prolegnas prioritas 2020 atas persetujuan Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, dan Baleg DPR
- Setelah hampir setengah tahun, pembahasan RUU PKS masih stagnan bahkan mengalami kemunduran
- Pada tanggal 30 Juni 2020, RUU PKS dicabut dari Prolegnas
- Setelah RUU PKS dicabut, banyak pihak yang mengkritik Pemerintah dan DPR karena alasan yang digunakan oleh Pemerintah untuk mencabut RUU PKS dari Prolegnas adalah karena pembahasan RUU PKS dinilai “sulit”
- Sementara itu, Ketua Baleg menegaskan bahwa alasan RUU PKS dicabut dari Prolegnas 2020 karena harus menunggu pengesahan RKUHP karena dinilai hal tersebut berkaitan dengan penjatuhan sanksi
Miskonsepsi RUU PKS:
- Pro Seks Bebas
- Pro LGBT
- Menentang nilai-nilai Pancasila
- Pro Aborsi
Kekerasan Seksual di Lingkungan Kampus
- Banyak kampus yang beralasan tidak mengeluarkan peraturan yang jelas dan tegas tentang kekerasan seksual di lingkungan kampus karena ketiadaan undang-undang spesifik yang mengatur mengenai kekerasan seksual
- Banyak kasus kekerasan seksual di kampus yang sudah ter-blow up di media massa untuk mendapatkan atensi publik. Salah satu platform yang sangat menjelaskan terkait seluk beluk kasus yaitu Nama Baik Kampus. Dalam platform ini, banyak contoh kasus kekerasan seksual yang terjadi di sekitar kampus
Didasari dengan urgensi dari penanganan kasus yang menimpa mahasiswa/i (Agni) dari UGM, UGM didesak untuk mengeluarkan Peraturan Rektor tentang PPKS 🡪 UGM mengeluarkan Peraturan Rektor tentang PPKS. Namun, banyak aliansi yang merasa bahwa Peraturan Rektor ini belum cukup melindungi sivitas akademika UGM dari ancaman kekerasan seksual di lingkungan kampus
Nur Hasyim, M.A.
(Dosen UIN Walisongo)
Dalam pemaparannya, beliau menjelaskan mengenai latar belakang kekerasan seksual sebagai sesuatu yang bersifat struktural dan peran penting laki-laki dalam penghapusan kekerasan seksual di kampus. Berikut adalah notulensi secara lengkap dan terperinci mengenai materi beliau:
Urgensi laki-laki untuk turut speak up dalam penolakan terhadap kekerasan seksual untuk memberikan pesan bagi mayoritas pelaku pelecehan seksual yang merupakan laki-laki bahwa kekerasan seksual adalah sesuatu yagn tidak dapat dibenarkan
3 (tiga) stand point pembicara:
- Kekerasan seksual itu lebih ke masalah kekuasaan, bukan pengendalian hasrat seksual
- Proses legislasi RUU PKS yang tidak mulus adalah indikasi bahwa kekerasan seksual bersifat struktural
- Kekerasan seksual itu bersifat multi faktor risiko. Artinya, ada faktor-faktor yang menyebabkan kekerasan seksual kemungkinan terjadinya lebih besar. Mulai dari risiko individual, hubungan, ataupun budaya (culture).
Tiga level faktor risiko kekerasan seksual:
Faktor individual (Konsep, Keyakinan dan Pengalaman menjadi laki-laki)
- Konsep maskulinitas tradisional/norma gender tradisional
- Toleransi dan penerimaan kekerasan dan perilaku agresif
- Keyakinan bahwa laki-laki memiliki hak atas layanan seksual
- Inisiasi seksual pada usia disini
- Paparan media pornografi
- Kurangnya perhatian dari orang lain
- Menjadi korban kekerasan seksual sebelumnya
- Alkohol
Faktor hubungan (Pola relasi kekuasaan dan kekerasan)
- Latar belakang keluarga dengan kekerasan (KDRT)
- Mengalami kekerasan pada masa kecil
- Hubungan emosional yang berjarak dengan orang tua
- Bergaul dengan kelompok sebaya dengan budaya kekerasan
- Memiliki hubungan kekerasan dengan pasangan
Faktor budaya
- Toleransi terhadap kekerasan seksual
- Tidak adanya sanksi dari komunitas terhadap kekerasan seksual
- Sistem hukum yang tidak berfungsi
- Kemiskinan dan pengangguran yang tinggi
- Adanya norma sosial yang mendukung kekerasan seksual
- Norma sosial tentang superioritas laki-laki
- Norma sosial tentang laki-laki memiliki hak atas layanan seksual
- Norma sosial yang melestarikan inferioritas dan kelemahan perempuan
- Lemahnya hukum dan kebijakan tentang pencegahan kekerasan seksual
- Tingginya kekerasan dan kejahatan lainnya
Kekerasan seksual bukan persoalan rendahnya pemahaman agama, bukan soal cara berpakaian dan bukan soal mengelola dorongan seksual tapi persoalan kekuasaan
Sifat struktural dari kekerasan seksual:
- Tidak ada konsen (persetujuan)
- Ada unsur paksaan (coercion)
- Adanya hubungan yang tidak seimbang antara pelaku dan korban
Oleh karena kekerasan seksual bersifat struktural, maka perlu langkah struktural untuk menghapusnya. Maka dari itu:
- SK Rektor adalah langkah struktural pencegahan kekerasan seksual
- SK Rektor memiliki fungsi perlindungan terhadap setiap sivitas akademika dari kekerasan seksual
- SK Rektor akan menjadi dasar kebijakan bagi penindakan segala bentuk kekerasan seksual di kampus
- Perlu juga ada mobilitas sosial untuk mendukung kebijakan ini di lingkungan kampus
Mengapa laki-laki perlu terlibat dalam penghapusan kekerasan seksual di kampus?
- Untuk menunjukkan bahwa ada laki-laki yang menentang kekerasan seksual di kampus
- Persoalan kekerasan seksual di kampus adalah masalah kemanusiaan dan karenanya menjadi masalah bersama laki-laki dan perempuan
- Gerakan melawan segala tindak kekerasan seksual adalah gerakan melawan sistem yang tidak adil yakni sistem sosial yang dibangun atas dasar dominasi jenis kelamin (seksisme)
Kemendikbud sedang melakukan uji publik draft permendikbud tentang pencegahan kekerasan seksual di perguruan tinggi di beberapa kota, Medan, Bandung, Surabaya dan Makasar
Dr. Iva Ariani
(Dosen Fakultas Filsafat UGM / Koordinator Unit Layanan Terpadu UGM)
Sebagai salah satu perwakilan dari Unit Layanan Terpadu (ULT) UGM, beliau menjelaskan mengenai serba-serbi terkait apa itu ULT UGM, tujuan adanya ULT UGM, dan bagaimana alur kerja pelayanan penanganan kekerasan seksual oleh ULT UGM. Berikut adalah notulensi secara lengkap dan terperinci mengenai materi beliau:
- ULT muncul beberapa tahun lalu yang melayani permohonan layanan eksternal, legalisasi ijazah, kerja sama. Layanan ULT juga mencakup ULT Khusus yang terdiri dari layanan terhadap difabel dan penanganan kekerasan seksual
- ULT saat ini ada di Ruang Humas UGM, Sayap Selatan, Lantai 1, Kantor Pusat UGM. Website ULT 🡪 ult.ugm.ac.id
- UGM memiliki mekanisme penganan kekerasan seksual yang dilakukan melalui Sistem Pelayanan Terpadu (SPT) yang meliputi pelayanan terhadap korban serta penindakan terhadap pelaku
- Kalau kekerasan seksual terjadi di antara mahasiswa, maka yang langsung meng-handle permasalahan tersebut adalah Wakil Rektor Akademik dan Kemahasiswaan. Tapi kalau kekerasan seksual terjadi antara Dosen dengan Tenaga Pendidik, maka menjadi kewenangan Wakil Rektor SDMA. Apabila terjadinya Dosen/Tenaga Pendidik dengan mahasiswa, maka yang langsung menangani adalah Rektor
- Kalau kekerasan seksual dilakukan oleh sivitas akademika dalam fakultas yang sama, maka akan dibentuk Komite Etik di tingkat fakultas. Tetapi, kalau kekerasan seksual dilakukan oleh sivitas akademika dengan fakultas yang berbeda (lintas fakultas), maka nanti Rektor dan Wakil Rektor yang akan membentuk Komite Etik
- Tugas ULT UGM 🡪 menerima laporan, bukan mengatasi atau menyelesaikan.
- Alur pelaporan tindak kekerasan seksual:
-
- Korban atau pelapor memberikan laporan melalui ult.ugm.ac.id
- ULT merekomendasikan pelayanan awal kepada korban paling lambat 3 x 24 jam
- Sekretaris Rektor memberikan rekomendasi tindak lanjut paling lama 7 (tujuh) hari kerja
- Dekan/Rektor melakukan tindak lanjut melalui Komite Etik
- Pemeriksaan oleh Komite Etik dilaksanakan dalam 60 (enam puluh) hari kerja dan dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja
Penanganan awal ULT:
- Melakukan pendataan, dokumentasi, dan mencatat kronologi
- Pelayanan medis atau psikologis
- Pendampingan
- Perlindungan keamanan
- Pelayanan lain
Beberapa hal terkait Pelaporan kekerasan seksual di lingkungan kampus UGM:
- Yang melapor tidak harus korban, boleh teman atau dosennya tetapi harus dengan persetujuan penyintas
- Boleh juga apabila ingin melakukan pelaporan di tingkat fakultas, asalkan nanti ULT diberikan informasi terkait pelaporan tersebut
- ULT sedang menyiapkan sistem informasi sehingga para pelapor lebih mudah untuk melapor, cukup dengan membuka aplikasi dan langsung bisa mengisi, kemudian ULT yang akan menindaklanjuti
- Pelaporan kekerasan seksual ini tidak dimasukkan ke Simaster karena pelaporan dapat dilakukan oleh non-sivitas akademika seperti orang tua atau teman penyintas yang bukan merupakan mahasiswa UGM
- Pelaporan ke ULT:
-
- Identitas Korban
- Identitas Pelapor
- Identitas Terduga Pelaku
- Kronologi
- Informasi Lain yang Relevan
Alur pelayanan ULT berdasarkan pengkategorian atas hubungan korban dan pelaku
- Korban dan pelaku kekerasan seksual keduanya dari sivitas akademika berdasarkan SK Rektor 🡪
- kalau pelakunya di luar sivitas akademika, UGM dan ULT tidak bisa berbuat banyak untuk menjatuhkan sanksi kepada pelaku.
- Tetapi, disini bisa ditekankan pemberian support oleh ULT kepada penyintas. Di dalam kasus seperti ini, ULT akan berkomunikasi dengan Ditmawa
Penanganan kekerasan seksual tidak terpusat di ULT, bisa ditangani di fakultas-fakultas, tapi tetap ada koordinasi antara ULT dan fakultas
Elga Andriana, S.Psi., M.Ed, Ph.D.
(Dosen Fakultas Psikologi UGM / Perwakilan Unit Konsultasi Psikologi UGM)
Sebagai salah satu perwakilan dari Fakultas Psikologi UGM, beliau menjelaskan mengenai layanan Unit Konsultasi Psikologi (UKP) Fakultas Psikologi UGM dalam rangka mendukung pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan kampus UGM. Berikut adalah notulensi secara lengkap dan terperinci mengenai materi beliau:
- UKP merupakan unit pelayanan jasa psikologi di bawah naungan Fakultas Psikologi UGM. UKP sudah memulai pelayanannya sejak tahun 1970
- UKP mengemban misi memberikan layanan psikologi yang paripurna, handal, dan yang memenuhi kaidah-kaidah pelayanan psikologi
- UKP berkomitmen untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada klien 🡪 di UKP, para psikolog memegang teguh etika profesi psikolog, sehingga setiap klien akan dijaga penuh kerahasiannya
- Psikolog yang ada di UKP akan dibantu oleh psikolog yang berpengalaman di bidangnya asisten mahasiswa yang terampil
- Prosedur pelayanan:
-
- Pendaftaran 🡪 Klien melakukan pendaftaran melalui telepon/WhatsApp UKP untuk menentukan jadwal asesmen
- Informed Consent 🡪 mencakup kesepakatan yang perlu klien ketahui tentang layanan di UKP
- Asesmen 🡪 UKP akan melakukan tes psikologi terhadap klien sesuai dengan kebutuhan kasus sebagai data pendukung dalam sesi konsultasi
- Konsultasi 🡪 sesi konsultasi bersama psikolog dengan bidang yang sesuai dengan permasalahan klien
- Laporan 🡪 bersifat opsional dan tidak selalu diberikan (tergantung pada kesepakatan awal)
Paket Layanan UKP Psikologi UGM sebelum Pandemi Covid-19:
- Paket Permasalahan Pribadi 🡪 melayani permasalahan individu seperti permasalahan dalam hal berkomunikasi, percintaan, kurang motivasi, depresi. Kasus kekerasan seksual masuk ke dalam paket ini
- Paket Pasangan dan Rumah Tangga 🡪 melayani permasalahan mengenai kesalahpahaman dengan pasangan, pembagian peran dalam rumah tangga, intimacy dengan pasangan
- Paket Permasalahan Anak 🡪 melayani permasalahan seputar potensi anak, kesulitan belajar, asesmen kecerdasan dan kepribadian, minat dan bakat anak-anak
- Paket Anak Rekomendasi Anak Sekolah 🡪 melayani permasalahan apakah anak siap masuk sekolah, bagaimana emosional anak
- Paket Minat-Bakat Kuliah 🡪 diperuntukkan kepada remaja SMP dan SMA untuk mengenali potensi diri, minat bakat, dan jurusan apa yang sesuai dengan potensi mereka
- Paket Minat-Bakat Kerja 🡪 diperuntukkan kepada individu dewasa untuk mengenali potensi diri, minat bakat, dan target kerja apa yang bisa disasar
Paket Layanan UKP Psikologi UGM setelah Pandemi Covid-19:
- Paket Permasahan Pribadi
- Paket Pasangan dan Rumah Tangga
- Paket Pengasuhan Anak
UKP pernah melakukan penanganan individual terhadap korban/pelaku kekerasan seksual
Peran UKP terkait pencegahan dan penanganan kekerasan seksual:
- Promosi 🡪 secara umum kepada masyarakat
- Prevensi 🡪 mencegah, meningkatkan faktor protektif, dan menurunkan faktor risiko
- Kurasi 🡪 peran paling signifikan dengan melakukan penanganan mendalam kepada korban atau pelaku
Sebagai acuan, kinerja UKP Psikologi UGM dalam menangani kasus kekerasan seksual didasarkan pada School-Based Mental Health Practice
Sri Wiyanto Eddyono, S.H., LL.M. (HR), Ph.D
(Dosen Fakultas Hukum UGM / Ketua LGS FH UGM)
Sebagai salah satu perwakilan dari Fakultas Hukum UGM, beliau menjelaskan mengenai tendensi terjadinya kekerasan seksual di lingkungan kampus terutama di UGM serta hal-hal apa saja yang sudah, sedang, dan akan dilakukan UGM untuk menangani kekerasan seksual Berikut adalah notulensi secara lengkap dan terperinci mengenai materi beliau:
- Mengapa kekerasan seksual di kampus menjadi isu yang penting? Karena terdapat culture yang mencemooh kekerasan seksual dan tidak menganggap isu tersebut sebagai isu yang penting. Tetapi dalam konteks perguruan tinggi, universitas adalah lembaga akademis yang seharusnya menjadi lembaga yang nyaman untuk semua civitas akademika nya untuk belajar, bekerja, dan menanamkan nilai-nilai yang saling membantu dan mentolerir kepada satu sama lain
- Kasus kekerasan seksual publik paling tinggi adalah di kampus 🡪 kampus menjadi lahan paling subur untuk dijadikan lahan kekerasan seksual, karena ada relasi kekuasaan yang sangat kuat di dalam kampus, sehingga menyebabkan orang-orang di dalam kampus tidak berani mengungkapkan kekerasan seksual yang dialaminya
- Sebagian besar korban kekerasan seksual di UGM tidak menyampaikan kasus yang dialaminya kepada kampus 🡪 karena korban memiliki asumsi, pelaporan itu tidak ditanggapi dengan baik atau bahkan justru ditekan dan diejek-ejek
- Sebelum kasus Agni, UGM sudah memiliki Keputusan Rektor tentang Pelecehan, di dalamnya terkandung Pelecehan Seksual. UGM sudah memiliki mekanisme penanganan tersendiri. Permasalahannya, SK Rektor tersebut tidak banyak diketahui. Kebijakan ini tidak tersosialisasikan dengan baik
- Terkait penanganan pelaku, kalau pelaku tersebut adalah mahasiswa, dosen, atau tenaga pendidik, maka terdapat mekanisme Komite Etik. Kalau antara korban dan pelaku di satu fakultas, maka Komite Etik nya akan di level fakultas. Tapi kalau antar fakultas, maka yang meminta pembentukan Komite Etik adalah Rektorat. Baru ada sanksi, dari ringan (teguran), sedang (skorsing atau pembatalan nilai tertentu), atau berat (mahasiswa dikeluarkan dari kampus). Sementara itu, kalau kekerasan seksual dilakukan oleh dosen atau tenaga pendidik, maka akan dikenakan sanksi disiplin
- Peraturan Rektor juga menjelaskan mengenai pencegahan yang akan dilakukan oleh fakultas dan unit-unit di kampus. Mulai dari proses orientasi mahasiswa, dosen, dan tenaga pendidik, dan sebagainya
- Catatan bagi mekanisme penanganan kekerasan seksual yang sudah dimiliki UGM saat ini melalui ULT:
-
- Lingkup Peraturan Rektor tidak mencakup semua hal, hanya mencakup apabila pelaku dan korban sama-sama merupakan sivitas akademika
- Bagaimana kalau perbuatan kekerasan seksual itu terjadi sebelum Peraturan Rektor itu dibentuk 🡪 tetapi menggunakan Peraturan Rektor dan SK Rektor sebelum-sebelumnya
- Siapa yang menangani kasus penanganan kekerasan seksual, karena di ULT lebih bersifat pelaporan
Di Fakultas Hukum UGM juga telah memiliki unit layanan konseling yang ada dalam LCDC FH UGM
Selain ULT dan UKP, GMC juga memiliki layanan konseling. Bahkan, juga ada Unit Help Promotion University di mana ada Pokja Perundungan Kekerasan Seksual yang bersifat konsep untuk mendorong untuk setiap pihak bersama-sama mencegah kekerasan seksual dan melakukan pendampingan pihak kampus supaya proses pencegahan berjalan dengan baik dan arah penanganan kasus harus disesuaikan dengan keadaan korban\
Webminar ini bisa disaksikan kembali di sini
DOKUMENTASI: